Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau
usia ibunya 60 tahun. Ada yang menyatakan bahwa pada usia 60 tahun
tidak ada wanita yang bisa hamil lagi. Ibu beliau bernama Fathimah binti
Syekh Abdullah Ash-Shauma’i. Setelah lahir Syekh Abdul Qodir tidak mau
menyusupada saat bulan Ramadhan, sehingga jika masyarakat tidak dapat
melihat hilal penentuan bulan Ramadhan, masyarakat mendatangi ayah Syekh
Abdul Qodir. Jika ayah beliau menjawab “hari ini anakku tidak menyusu
maka orang-orangpun mengerti bahwa bulan Ramadhan telah tiba”.
Abul Hasan An-Nadawi, dalam kitabnya
“Rijalul Fikri wal da’wah wal Islam” (Tokoh-tokoh Intelektual Da’wah dan
Islam) mengisahkan tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jailanisebagai berikut
:
“Majelis beliau (Abdul Qadir) dihadiri
oleh tujuh puluh ribu orang. Di tangannya lebih dari lima ribu orang
Yahudi dan Nasrani masuk Islam, dan lebih dari seratus orang yang sesat
bertaubat. Beliau buka pintu bai’at dan taubat di bawah bimbingannya.
Maka masuklah ke dalam bimbingannya orang-orang yang jumlahnya hanya
diketahui oleh Allah, sehingga keadaan umat semakin membaik dan
keislaman mereka pun semakin mendalam.
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan Thariqat Qadiriyah
Saat usia 8 tahun, beliau sudah me-ninggalkan kota kelahirannya menuju Baghdad, yang saat itu Baghdad dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan. Selanjutnya pada tahun 521 H/1127 M, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengajar dan menyampaikan fatwa-fatwa agama kepada masyarakat hingga beliau dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun, be-liau menghabiskan waktunya sebagai pengembara di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh besar yang harum namanya dalam dunia Islam.
Saat usia 8 tahun, beliau sudah me-ninggalkan kota kelahirannya menuju Baghdad, yang saat itu Baghdad dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan. Selanjutnya pada tahun 521 H/1127 M, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengajar dan menyampaikan fatwa-fatwa agama kepada masyarakat hingga beliau dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun, be-liau menghabiskan waktunya sebagai pengembara di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh besar yang harum namanya dalam dunia Islam.
Sejak itulah, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani disebut-sebut sebagai tokoh
sufi yang mendirikan Tariqhat Qodiriyah, sebuah istilah yang tidak lain
berasal dari namanya. Tariqhat ini terus berkem-bang dan banyak diminati
oleh kaum muslimin. Meski Irak dan Syiria disebut sebagai pusat dari
pergerakan Tariqhat ini, namun pengikutnya berasal dari belahan negara
muslim lainnya, seperti Yaman, Turki, Mesir, India, hingga se-bagian
Afrika dan Asia.
Perkembangan Tariqhat ini semakin melesat, terlebih pada abad ke ke 15
M. Di India misalnya, Tariqhat Qadiriyah berkembang luas setelah
Muhammad Ghawsh (1517 M) memimpin Tariqhat ini. Dia juga mengaku sebagai
keturunan dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Di Turki ada Ismail Rumi
(1041 H/1631 M) yang diberi gelar mursyid kedua dari Tariqhat Qadiriyah.
Adapun di Makkah, penyebaran Tariqhat Qodiriyah sudah bermula sejak
1180 H/1669 M.
Berbeda dengan beberapa Tariqhat lainnya, Tariqhat Qadiriyah dikenal
sebagai Tariqhat yang luwes. Dalam pan-dangan shufi, seseorang yang
sudah mencapai derajat mursyid (guru) tidak mesti harus mengikuti
Tariqhat guru di atasnya lagi. Ia memiliki hak untuk memperluas Tariqhat
Qadiriyah dengan membuat Tariqhat baru, asalkan sejalan dengan Tariqhat
Qadiriyah.
Dari sifat keluwesannya ini, Tariqhat Qadiriyah memiliki banyak anak
cabang yang masing-masing memiliki mursyid-nya. Sebut saja seperti
Tariqhat Benawa yang berkembang pada abad ke-19, Tariqhat Ghawtsiyah
(1517), Thariqhat Junaidiyah (1515 M), Thariqhat Kama-liyah (1584 M),
Thariqhat Miyan Khei (1550 M), dan Thariqhat Qumaishiyah (1584), yagn
semuanya berkembang di India. Di Turki terdapat Tariqhat Hin-diyah,
Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah, dan Waslatiyyah.
Adapun di Yaman ada Tariqhat Ahda-liyah, Asadiyah, Mushariyyah,
‘Urabiy-yah, Yafi’iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla’iyah. Sedangkan di
Afrika terdapat Tariqhat Ammariyah, Bakka’iyah, Bu’aliyya, Manzaliyah
dan Tariqhat Jilala. Thariqat Jilala ini adalah sebuah nama lain yang
dialamatkan oleh masyarakat Maroko kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.